
SEJARAH SINGKAT
Y.M. Ashin
Jinarakkhita Mahasthavira, yang lahir di kota Bogor, 23 Januari 1923, wafat 18
April 2002 di Rumah Sakit Pluit Jakarta dalam usia 80 tahun,disemayamkan
di Vihara Ekayana Jl. Mangga II, Tanjung Duren, Jakarta barat, diperabukan di
krematorium Yayasan Bodhisattva, Lempasing, Bandar Lampung.
Y.M. Ashin
Jinarakkhita Mahasthavira dengan nama The Boan An, bagaikan mengikuti
perjalanan waktu menelusuri sejarah perkembangan agama Buddha di
Indonesia. Sang PELOPOR KEBANGKITAN AGAMA BUDDHA di INDONESIA, itulah
julukan yang disandangnya.
Y.M. Ashin
Jinarakkhita Mahasthavira diusulkan Penerima Anugerah Bintang Maha Putra oleh
Menteri Agama, Prof Dr Said Agil Al Munawar.
Abu jenazah
Y.M. Ashin Jinarakkhita Mahasthavira dibawa pulang ke tanah Jawa dan disemayamkan
di Vihara Sakyawanaram Pacet, Jawa Barat, tempat selama ini Bhante Ashin
bermukim. Di sana pula akan dibangun sebuah Aula yang akan diberi
nama Ashin Jinarakkhita Graha oleh Majelis
Buddhayana Indonesia (MBI).
Bhante
Ashin, demikian panggilan umat Buddha yang ditujukan kepada Yang Mulia Maha
Nayaka Sthavira Ashin Jinarakkhita. Beliau menyelesaikan sekolah dasarnya
di Kota Kembang - Bogor, lalu melanjutkan sekolah menengahnya di
PHS Jakarta, kemudian HBS B di Jakarta. Beliau melanjutkan pendidikan
tingginya di THS Bandung (sekarang ITB) pada jurusan Ilmu Pasti
Alam. Beliau tidak sempat menamatkan pendidikannya di THS karena
perkuliahan dihentikan ketika Jepang masuk keIndonesia. Pada awal tahun
1946, beliau meneruskan pendidikannya di Belanda sebagai pelajar
pekerja. Di Belanda beliau kuliah di Fakulteit Wis en
Naturkunde pada Universiteit Gronigen. Beliau mendalami Ilmu Kimia yang
memang menjadi pelajaran favoritnya.
Semasa
kecil beliau hidup prihatin. Untuk membantu meringankan beban kedua orang
tuanya beliau bekerja sebagai loper. Walaupun demikian jiwa sosialnya
sudah terlihat, ia sering membagikan makanan kecil yang dibeli dari
hasil jerih payahnya kepada teman-teman sepermainannya.
Ketika
masih berusia belasan tahun, beliau sudah menjadi seorang vegetarian. Beliau
juga tertarik pada dunia spiritual, beliau sering belajar kepada para suhu di
kelenteng-kelenteng, haji, pastur, dan tokoh-tokoh teosofi. Beliau
mengenal agama Buddha dari tokoh-tokoh Teosofi dan dari perkumpulan Tiga
Ajaran.
Filsafat
modern maupun kuno sudah menjadi makanan sehari-harinya. Jika anak-anak
lainnya senang bermain-main, Bo An, demikian nama kecil beliau, lebih suka
mengembangkan kehidupan batinnya, misalnya dengan bertapa di Gunung
Gede. Ketika menjelang dewasa beliau aktif dalam usaha pemberantasan buta
huruf dan ikut dalam kegiatan dapur umum untuk menolong rakyat sekitar yang
kelaparan.
Ketika
di negeri Belanda beliau juga mengikuti kuliah filsafat, belajar bahasa Pali
dan Sansekerta, dan mendalami ilmu kebatinan. Di negeri Belanda ini pula
minatnya pada Buddha Dharma semakin kuat, sehingga sebelum menyelesaikan
pendidikannya beliau memutuskan untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada Buddha
Dharma. Sekembalinya ke Indonesia, beliau menjadi seorang
Anagarika.Semasa menjadi Anagarika ini, beliau sudah aktif menyebarkan agama
Buddha walaupun hanya terbatas di perkumpulan Teosofi dan Tiga Ajaran.
Ketika
menjadi Anagarika ini, beliau mencetuskan ide brelian untuk menyelenggarakan
upacara Tri Suci Waisak secara nasional di Candi Borobudur. Akhirnya
pada tanggal 22 Mei 1953 acara tersebut berhasil dilaksanakan. Upacara ini
mendapat sambutan yang hangat dari berbagai kalangan. Inilah satu momen
penting tanda kebangkitan agama Buddha di Indonesia. Masyarakat mulai meyadari
bahwa agama Buddha dan penganutnya masih ada di Indonesia.
Beliau
mendalami Dharma dari seorang mahabhiksu yang berdiam di Vihara Kong Hoa
Sie. Pada bulan Juli 1953, beliau ditahbiskan menjadi seorang sramanera
dengan nama Ti Chen. Penahbisan tersebut dilakukan menurut tradisi
Mahayana di bawah bimbingan Y.A. Sanghanata Arya Mulya Mahabhiksu (Pen Ching
Lau Ho Sang).
Atas
anjuran guru yang pertama ini untuk mendalami Dharma di luar negeri, beliau
pergi belajar keBurma. Selama beberapa bulan beliau menjalani vipassana di
Pusat Latihan Meditasi Mahasi Sasana Yeikhta, Rangoon. Dalam waktu
kurang dari sebulan, beliau mendapat kemajuan yang amat pesat.Beliau mendapat
bimbingan khusus dari Y.A. U Nyanuttara Sayadaw. Pada tanggal 23 Januari
1954 Sramanera Ti Chen ditahbiskan sekali lagi menjadi seorang sramanera
menurut tradisi Theravada, dan pada sore harinya diupasampada menjadi seorang
bhikkhu. Y.A. Agga Maha Pandita U Ashin Sobhana Mahathera, atau yang lebih
terkenal dengan nama Mahasi Sayadaw menjadi guru spiritual utamanya
(Upajjhaya). Gurunya pula yang memberi nama Jinarakkhita. Kata
Ashin sendiri merupakan gelar yang diterimanya sebagai seorang bhikkhu yang
patut dihormati secara khusus. Beliau tinggal diBurma selama beberapa
saat untuk lebih mendalami Dharma dan meditasinya.
Pada
tanggal 17 Januari 1955 beliau pulang ke Indonesia. Kembalinya beliau
ke Indonesia membawa kegairahan tersendiri bagi simpatisan Buddhis di
Indonesia. Beliaulah putra pertama Indonesia yang menjadi
bhikkhu sejak keruntuhan Kerajaan Majapahit. Di Jakarta beliau tidak
berdiam diri. Beliau segera merencanakan untuk mengadakan tour Dharma ke
berbagai daerah di Indonesia.
Akhir
tahun 1955 dimulai tour Dharma ke pelosok-pelosok tanah air. Beliau
memulainya dari daerah Jawa Barat. Dalam perjalanannya itu beliau
mengunjungi setiap daerah yang ada penganut agama Buddha-nya, tidak peduli di
kota-kota besar maupun di desa-desa terpencil. Kunjungan beliau memberi
arti tersendiri bagai umat Buddha Indonesia di berbagai daerah yang
baru pertama kali melihat sosok seorang bhikkhu. Tour Dharma ini tidak
terbatas di Pula Jawa saja. Bali, Sulawesi, Sumatera,Kalimantan, dan
pulau-pulau lainnya juga beliau kunjungi. Pendek kata, hutan diterobosnya,
gunung didaki, laut diseberangi, untuk membabarkan Dharma yang maha mulia ini
kepada siapa saja yang membutuhkannya.
Setelah
semakin banyak umat Buddha, dan semakin banyak murid beliau yang ditahbiskan
menjadi upasaka, Bhante Ashin mendirikan Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia
(PUUI), pada bulan Juli 1955 di Semarang. Pada tahun 1979 PUUI
berganti nama menjadi Majelis Buddhayana Indonesia.
Dalam
setiap kesempatan berkunjung ke berbagai daerah tersebut Bhante Ashin selalu
mengingatkan umatnya untuk tidak bertindak masa bodoh terhadap kebudayaan dan
ajaran agama Buddha yang sudah sejak dulu ada di Indonesia. Galilah
yang lama, sesuaikan dengan jaman dan lingkungan. Beliau menegaskan bahwa
usaha mengembangkan agama Buddha tidak dapat lepas dari upaya untuk
meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia secara
keseluruhan. Beliau mendorong umatnya untuk terus menggali warisan ajaran
Buddha yang tertanam di Indonesia. Karena bagaimanapun, secara
kultural ajaran yang pernah membawa bangsa kita pada jaman keemasan Kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit itulah yang akan lebih bisa diterima oleh
bangsa kita sendiri.
Salah
satu hasil penggalian yang sangat penting adalah konsep Ketuhanan dalam agama
Buddha yang dianut oleh nenek moyang Bangsa Indonesia. Dari berbagai
penelitian terhadap naskah-naskah kuno dalam Kitab Sanghyang Kamahayanikan,
oleh para cendikiawan Buddhis Indonesia kala itu, yang merupakan murid-murid
Bhante Ashin, akhirnya istilah Sanghyang Adi Buddha dinyatakan sebagai sebutan
Tuhan dalam agama Buddha khas Indonesia. Doktrin inilah yang sejak saat itu
giat disebarkan oleh murid-murid Bhante Ashin, diantaranya Alm Y.A. Bhikkhu
Girirakkhito Mahathera, Herman S. Endro Dharmaviriya, Dicky Soemani, Karbono,
dan sebagainya. Namun sayangnya ada beberapa diantara mereka yang akhirnya
malah menentang dokrin Sanghyang Adi Buddha ini.
Sikap
yang terus konsisten pada diri Bhante Ashin ialah beliau tidak pernah berpihak
kepada salah satu mazhab/sekte manapun dalam agama Buddha. Disamping
menyebarkan ajaran Theravada, beliau juga tidak meninggalkan ajaran Mahayana
dan Tantrayana. Semua diserahkan kepada pribadi masing-masing umatnya. "I
am just a servant of the Buddha", ujarnya suatu saat kepada Y.A. Dalai
Lama.
Salah
satu murid beliau yang bernama Ong Tiang Biauw ditahbiskan menjadi samanera dan
akhirnya menjadi Bhikkhu Jinaputta. Setelah jumlah bhikkhu
di Indonesia mencapai lima orang, Bhante Ashin kemudian
mendirikan Sangha Suci Indonesia. Pada tahun 1963, organisasi ini
kemudian diubah namanya menjadi Maha Sangha Indonesia. Namun tanggal
12 Januari 1972, lima orang Bhikkhu yang sebenarnya adalah murid beliau
sendiri, yang menganggap bahwa hanya ajaran Theravada saja yang benar,
memisahkan diri dari Maha Sangha Indonesia dan mendirikan Sangha Indonesia.
Walaupun kemudian sempat bersatu kembali, dan Maha Sangha Indonesia dan diubah
namanya menjadi Sangha Agung Indonesia (Sagin), para Bhikkhu itu kembali
memisahkan diri dari Sangha Agung Indonesia dan mendirikan Sangha Theravada
Indonesia.
Tahun
1978, murid beliau yang lebih berorientasi ke aliran Mahayana, memisahkan diri
dari Sagin, dan mendirikan Sangha Mahayana Indoneisa. Sekarang ini di dalam
Sagin, yang masih tetap dipimpin beliau terdapat persatuan
yang manis antara para Bhikkhu (Sangha Theravada), para Bhiksu
(Sangha Mahayana), maupun para Wiku (Sangha Tantrayana), dan para Bhiksuni
(Sangha Wanita). Semua bersatu dalam kendaraan Buddha (Buddhayana). Memang
pengetahuan beliau yang luas mengenai berbagai aliran dalam agama Buddha
memungkinkan beliau untuk dapat mengasuh umat dengan latar belakang yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.
Sebagai
seorang bhikkhu, beliau tidak hanya dikenal oleh umat Buddha di
Indonesia. Pada saat awal menjadi bhikkhu, beliau mendapat julukan The Flying Monk oleh
umat Buddha di Malaysia dan Singapura karena kegesitan beliau untuk ‘terbang’
dari satu tempat ke tempat lain untuk membabarkan Dharma. Beliau
juga beberapa kali mengikuti beberapa kegiatan keagamaan yang berskala
internasional. Diantaranya Persamuan Keenam (Chatta Sangayana) yang
diadakan di Rangoon, tahun 1954-1956, juga konferensi-konferensi yang diadakan
oleh The World Buddhist
SanghaCouncilmaupun The
World Fellowship of Buddhists. Beliau juga pernah menjadi
wakil presiden untuk The
World Buddhist Sangha Council dan The World Buddhist Social Services.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar